Senin, 29 Desember 2008

Biarkan Allah Menghapus & Menggantinya...

Biarkan Allah Menghapus & Menggantinya.....

Seorang kawan menuliskan dalam kolom fs-nya:

Tulislah rencanamu dengan sebuah pensil, tapi berikan penghapunya kepada Allah. Izinkan Dia menghapus bagian-bagian yang salah & menggantikan dengan rencana-Nya yang indah di dalam hidupmu. Maka engkau akan bersyukur atas apapun yang terjadi...

Sebuah nasehat yang indah. Jika dilakukan dengan penuh ketulusan akan menuai ketenangan. Jika dijalankan dengan penuh kejujuran, akan berujung dengan kedamaian.

Prnah ada seorang sopir tua yang ditanya oleh majikannya tentang cuaca di hari itu. “Bagaimana cuaca hari ini?” tanya sang majikan. “Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai”, kata sang sopir. Dengan perasaan heran, sang majikan bertanya lagi, “Bagaimana bisa?”. Sang sopir lalu berkata, ”sudah sekian tahun dalam hidup saya, saya tidak selalu mendapatkan apa yang saya inginkan. Jadi saya belajar menyukai apapun yang saya dapatkan.”

Memang dalam perjalanan hidup kita, tak selamanya kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Jadi, adalah tindakan yang bijak jika kita slalu berusaha menyukai dan mensyukuri apa yang kita dapatkan. Tapi, bukan berarti kemudian kita hanya berpangku tangan. Kerja keras harus ada. Kemudian diikuti dengan kepasrahan.

Pasrah bukan berarti kita berpangku tangan. Pasrah yang sesungguhnya adalah berusaha sekeras mungkin dengan berbagai strategi dan kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah. Dengan begitu, ketenangan dan kedamaian akan selalu menghinggapi hati kita. Karena kita yakin sepenuhnya, bahwa belum tentu yang kita inginkan adalah yang terbaik menurut Allah. Dan bisa saja, apa yang tidak kita inginkan, justru yang terbaik untuk kita dalam pandangan Allah...

Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan buat kita,

“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah :216)

Sabtu, 27 Desember 2008

Semuanya Kecil, Allahu Akbar!....

Untuk bisa menikmati indahnya hidup, kita harus sadar bahwa sebagian besar masalah yang kita hadapi sebenarnya adalah masalah-masalah kecil. Namun masalah-masalah tersebut seringkali membuat kita marah, bingung, gelisah dan sedih.

Memang tidak semua masalah yang kita hadapi dalam hidup adalah masalah-masalah kecil. Tetapi jika kita mau meluangkan waktu sejenak untuk merenungkannya, maka akan tampak bahwa sebagian besarnya adalah masalah-masalah kecil. Tetapi bagaimana kita kita bisa membedakannya?......

Ketika masalah-masalah itu datang, tanyakan pada diri kita, apakah kita masih memikirkannya 2 tahun kemudian setelah masalah itu menimpa kita? Jika setelah 2 tahun kita tidak lagi memikirkannya, berarti masalah itu hanyalah masalah kecil yang tidak penting.

So, mengapa kita harus membiarkan hal-hal tak penting merampas keindahan hidup yang seharusnya kita nikmati. Adalah tindakan yang bijak jika kita mau melihat masalah dalam kerangka yang lebih luas. Dengan begitu, kita akan merasa damai karena tidak lagi meributkan hal-hal yang kecil.

Bahkan dalam cara pandang yang lebih bijak lagi, semua hal yang ada di dunia ini hanyalah hal-hal kecil. Semuanya. Benda yang paling berharga sekalipun dapat hilang dalam sekejap dengan mudah. Lalu, jika semuanya hilang dari hidup kita, apakah kita tidak berhak lagi menikmati indahnya hidup? Jelas tidak! Semuanya hanyalah hal-hal kecil, Allah-lah yang Maha Besar!....

Jumat, 26 Desember 2008

Hidup itu Indah.....

Judul di atas bukanlah kata-kata untuk menghibur bagi yang sedang lara atau tertimpa masalah. Tetapi hidup itu memang indah. Itu kenyataan. Kita bisa menikmati indahnya hidup setiap hari, dalam setiap tarikan napas kita.

Yang membuat hidup kita indah adalah diri kita sendiri. Bukan orang lain atau hal-hal di luar kita, seperti ketenaran ataupun kekayaan. Terkadang kita menyamakan hidup yang indah itu dengan memiliki uang atau harta yang melimpah. Namun faktanya banyak orang yang bergelimang harta tetapi belum merasakan indahnya hidup. Tidak sedikit dari mereka yang hidupnya diwarnai ketakutan, kegelisahan dan ketidak-tentraman. Bahkan sampai pada tindakan yang ekstrim, ada yang bunuh diri padahal kemasyhuran dan harta bersama mereka. Lalu, dimana sebenarnya letak keindahan hidup itu?......

Keindahan hidup tidak ditentukan oleh sesuatu yang kita miliki, tetapi terletak pada cara kita memandang hidup ini. Bukan pada apa yang kita lihat, tetapi pada jendela yang kita gunakan untuk melihat. Jika kita melihat dari jendela yang bersih dan indah, maka apa yang kita lihat akan tampak indah. Sebaliknya jika kita melihat pada jendela yang kotor, maka penglihatn kita menjadi tidak jelas dan apa yang kita lihat menjadi tidak indah. Begitu pula dalam hidup, jika paradigma atau cara kita memandang hidup salah, maka hidup kita menjadi tidak indah...

Jadi, untuk menikmati indahnya hidup kita tidak perlu syarat. Kita hanya perlu merubah cara pandang atau paradigma kita terhadap sesuatu yang datng silih berganti dalam hidup kita. Kita bebas memilih, menikmatinya atau menyesalinya. Kita bebas memilih, mengambil pelajaran dari setiap kegembiraan dan masalah kita, atau membiarkannya berlalu begitu saja tanpa makna dan tanpa menikmatinya. Hidup yang indah itu adalah pilihan, tanpa syarat!!...

Menerima Orang Lain Apa Adanya, Bukan Ada Apanya....

Setiap orang memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda. Jika kita memperlakukan mereka sesuai dengan keadaan mereka, maka insya Allah kita akan merasakan indahnya berinteraksi dengan orang lain. Hasilnya adalah sebuah ketentraman bagi kedua belah pihak.

Agar kita bisa menerima orang lain apa adanya, sebaiknya kita memperlakukan mereka sesuai dengan keadaan mereka, belajar memandang sesuatu dengan cara pandang mereka dan berpikir secara jujur tentang apa yang mereka inginkan, bukan apa yang kita inginkan.

Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Dale Carnagie dalam bukunya Bagaimana Mencai Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain. Yaitu tentang seorang ayah dan anaknya yang ingin memasukkan seekor anak kuda kedalam kandang. Sang ayah menarik anak kuda tersebut dengan sekuat tenaga, sementara kuda tersebut tetap bertahan.

Mereka melakukan kesalahan kerena berpikir sesuai dengan keinginan mereka dan mengabaikan keinginan anak kuda tersebut. Di dekat kandang kuda itu, ada seorang pelayan wanita yang sedang menyaksikan peristiwa tersebut. Ia kemudian memasukkan jarinya kedalam mulut anak kuda itu dan menggiringnya kedalam kandang dengan mudah.Wanita ini mampu melakukan ‘IQRA’ sebelum melakukan tindakannya. Ia bisa ‘membaca’ apa yang diinginkan anak kuda tersebut.

Semoga kita bisa mencintai orang-orang di sekitar kita dengan tulus. Menerima mereka apa adanya, bukan ada apanya...

Selasa, 23 Desember 2008

Cinta Tanpa Syarat...

Cinta adalah kata yang selalu indah sepanjang zaman. Sedap dipandang bagaikan bunga yang indah dan enak di dengar laksana lantunan lagu yang merdu.

Cinta bukanlah sekedar kata yang indah. Ia juga merupakan perasaan yang bisa membuat segalanya menjadi indah dan bisa membuat kita belajar dan bersyukur akan keberadaannya. Dalam Al-Quran surat ar-Ruum ayat 21 Allah bercerita tentang cinta dan menyebutnya sebagai tanda-tanda kebesan-Nya.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.

Pada ayat ini Allah menggunakan kata mawaddah yang berarti cinta yaitu perbuatan-perbuatan untuk cinta berupa penghormatan, penghargaan, kata-kata yang baik dan kedekatan emosional. Selanjutnya dengan mawaddah itu kita akan menghasilkan rahmah, yaitu kasih sayang yang menjadi landasan cinta tak bersyarat, cinta yang tulus. Cinta tanpa syarat adalah cinta yang dibangun untuk cinta itu sendiri, bukan untuk memperoleh hasil dari cinta yang kita berikan.

Jika metode hubungan ini digunakan dalam lingkungan keluarga, maka akan terbentuk keluarga yang harmonis dan bahagia. Dan jika diterapkan dalam lingkugan sosial, maka akan terbangun sebuah hubungan sosial yang kokoh. Hubungan yang di bangun untuk hubungan itu sendiri, bukan untuk memperoleh hasil dari hubungan itu.

Senin, 08 Desember 2008

Bayar Harganya...

Ada sebuah pepatah Arab yang sering kita dengar, ‘Man jadda wajada’. Siapa yang bersungguh-sungguh melakukan sesuatu dia akan mendapatkannya. Artinya siapa yang mengnginkan sesuatu dan membayar ‘harganya’ dengan sebuah usaha kerja keras, kerja cerdas dan doa, insya Allah dia akan mendapatkannya. Ini adalah sebuah hukum alam atau sunnatullah.

Sean Covey dalam bukunya The 7 Habits of Higly Effective Teens menjelaskan tentang hal ini dengan sebuah kisah yang sarat makna. Konon ada seorang pemuda yang datang kepada Sokrates dan berkata, “saya ingin mengetahui segala yang bapak ketahui”.

“Kalau memang begitu keinginanmu”, kata Sokrates, “Ayo ikut aku ke sungai”.

Dengan penuh rasa ingin tahu, sang pemuda mengikuti Sokrates ke sebuah sungai. Ketika mereka sedang duduk di tepi sungai, tiba-tiba Sokrates berkata “coba lihat baik-baik sungai ini. Apa yang engkau lihat?”.

“Saya tidak melihat apa-apa”, kata sang pemuda.

“Lihatlah lebih dekat lagi”, kata Sokrates.

Ketika pemuda itu mencodongkan dirinya ke arah sungai, tiba-tiba Sokrates membenamkan kepala pemuda itu ke dalam air sungai. Pemuda itu meronta-ronta, namun cengkeraman Sokrates yang kuat membuat kepalanya tetap terendam. Ketika pemuda itu sudah tidak tahan lagi, barulah Sokrates menariknya dan membaringkannya di tepi sungai.

Sambil terbatuk-batuk dengan napas tersenggal, pemuda itu mengomel, “Bapak sudah gila ya? Mau membunuh saya ya?”

“Ketika kepalamu terbenam tadi, apa yang paling kamu inginkan?” tanya Sokrates.

“Ya mau bernapas-lah!” sentak sang pemuda.

“Jangan pernah keliru menganggap hikmat itu udah datang, anak muda”, kata Sokrates. “Kalau kamu memang sungguh ingin belajar seperti kamu ingin bernapas barusan, baru cari saya lagi ya”.

Ketika Siti Hajar menginginkan air untuk anaknya, Ismail, beliau tidak tidak berpangku tangan ataupun menyerah dengan keadaan alam yang tidak memungninkan. Siti Hajar ‘membayar harganya’ berlari dari bukit shafa ke bukit marwa berkali-kali. Tidak hanya berusaha mendapatkan air dengan berlari bolak-balik dari kedua bukit tersebut, tetapi beliau juga menyerahkan sepenuhnya kepada Allah, Sang penentu segala sesuatu. Peristiwa ini yang di kemudian hari dijadikan ritual ibadah haji. Kita bisa belajar dari peristiwa tersebut.

Intinya jelas. Tidak ada yang mudah dalam hidup ini. Semua ada harganya. Jadi kalau menginginkan sesuatu, bayar dulu harganya. Selanjutnya serahkan sepenuhnya kepada Allah yang menentukan hasilnya. Dengan demikian, kita bergerak sesuai dengan sunnatullah, sebuah gerakan yang sejalan dengan gerakan alam semesta...